BALEG MINTA MASUKAN BI DAN PERURI TERKAIT RUU MATA UANG
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta masukan Bank Indonesia (BI) dan Perum Peruri terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Mata Uang. RUU yang akan dibahas ini termasuk dalam daftar program legislasi nasional RUU prioritas Tahun 2010.
“Baleg bertekad fokus untuk menyelesaikan RUU ini setelah periode sebelumnya mengalami deadlock,” kata Wakil Ketua Baleg Dimyati Natakusumah saat memimpin rapat, Rabu (13/1) di gedung DPR.
RUU tentang Mata uang ini sebetulnya mulai dibahas dari masa keanggotaan sebelum periode 2004-2009, dan hingga masa keanggotaan berakhir RUU tersebut mengalami deadlock. Pada DPR periode 2009-2014, RUU ini kembali masuk menjadi RUU prioritas yang akan dibahas pada 2010.
RUU tentang Mata Uang ini merupakan perintah dari UUD Pasal 23B yang berbunyi ” macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang”. Dalam RUU ini mengatur mengenai pengelolaan mata uang dari perencanaan hingga pemusnahan hingga penanganan uang palsu.
RUU ini juga memiliki tujuan jangka panjang yaitu menjadikan mata uang Rupiah menjadi mata uang yang tergolong “hard currency”. Selain itu penanganan uang palsu saat ini masih belum diatur dengan terperinci dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga pemalsuan mata uang rupiah masih disamakan dengan pemalsuan dokumen biasa, padahal di dalam mata uang tersebut tercantum simbol negara yang nilainya lebih tinggi dibanding dengan pemalsuan dokumen biasa.
Anggota Fraksi Partai Golkar Ali Wongso Halomoan Sinaga mengatakan, selama ini walaupun fitur pengamanan untuk mata uang rupiah kita sudah ada, namun masih banyak terjadi pemalsuan uang baik uang seratus ribuan atau uang lima puluh ribuan.
Untuk itu, perlu mencari langkah-langkah strategis untuk mencegah pemalsuan uang ini semakin bertambah.
Andi Rio Idris Padjalangi dari fraksi yang sama menambahkan, kasus pemalsuan uang seratus ribuan itu masih saja terjadi sampai sekarang. Dia menanyakan, apakah hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan yang dilakukan.
Dia berpendapat, penyelesaian RUU tentang Mata Uang ini menjadi hal yang sangat penting. Dengan adanya aturan yang jelas disertai sanksi tegas diharapkan hal ini dapat meminimalisir terjadinya pemalsuan uang.
Direktur Pengedaran Uang Bank Indonesia Edi Siswanto menyambut baik dimasukkannya RUU tersebut dalam daftar RUU prioritas tahun 2010. Menurutnya, draft yang disampaikan Baleg DPR RI telah lengkap dan menciptakan unifikasi pengaturan mata uang, termasuk didalamnya aturan mengenai ketentuan pidana.
Dia berharap, pengaturan RUU Mata Uang yang lengkap tersebut dapat memperlancar dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang pengedaran uang.
Terkait dengan RUU tersebut pihaknya memberikan masukan, dalam rangka memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan uang palsu, UU Mata Uang perlu menciptakan paradigma baru dalam kaitannya dengan perumusan ketentuan pemidanaan, baik yang mencakup perbuatan yang dapat dipidana (delik), maupun prinsip pemidanaan yang berbeda dengan KUHP.
Pemikiran ini didasarkan pada perlunya pembedaan penanganan tindak pidana pemalsuan uang, yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat dan perekonomian Negara dengan tindak pidana pemalsuan dokumen biasa atau barang sebagaimana diatur dalam KUHP.
Hal lainnya, dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sebagaimana diatur dalam UU BI, juga perlu dimasukkan materi pengaturan mengenai penggunaan uang kertas asing, termasuk didalamnya pengaturan pedagang valuta asing, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengaturan mengenai uang rupiah. (tt)